Cinta Yang Membebaskan Segalanya
Cinta yang Membebaskan Segalanya
Di tengah gemerlap kota Shanghai yang tak pernah tidur, berdirilah Lin Wei, seorang wanita yang memancarkan keanggunan bak bunga teratai di tengah kolam yang tenang. Gaun sutranya yang sewarna senja berayun lembut mengikuti langkahnya, menyembunyikan badai yang bergejolak di dalam hatinya. Dulu, senyumnya adalah mentari pagi bagi Li Chen, lelaki yang kini hanya menyisakan puing-puing harapan.
Dulu, kata itu kini terasa seperti duri yang menusuk-nusuk setiap kali terlintas di benaknya.
Li Chen, pria yang pernah berjanji akan membawanya terbang tinggi, kini hanya menjadi bayangan kelam di sudut ingatannya. Senyumnya – dulu tulus – kini hanyalah topeng yang menutupi pengkhianatan. Pelukannya – dulu hangat – kini terasa bagai racun yang perlahan membunuhnya dari dalam. Janjinya – dulu diucap dengan mata berbinar – kini hanyalah belati yang menusuk jantungnya berkali-kali.
Lin Wei tidak menangis. Tidak ada air mata yang menetes membasahi pipinya. Ia terlalu elegan untuk itu. Ia menyembunyikan lukanya di balik aura ketenangan yang mempesona. Ia tahu, balas dendam terbaik bukanlah pertumpahan darah, melainkan penyesalan abadi.
Rencananya disusun dengan cermat, setiap langkah diperhitungkan. Ia tidak ingin menghancurkan Li Chen, ia ingin menghancurkan dunia Li Chen. Perusahaan yang dibangun dengan susah payah, reputasi yang dijunjung tinggi, semua itu akan runtuh di tangannya. Bukan dengan teriakan amarah, melainkan dengan bisikan kebenaran.
Ia mengungkap satu per satu kebohongan Li Chen, membeberkan skandal korupsi dan perselingkuhan yang selama ini disembunyikan rapat-rapat. Ia tidak menggunakan kekerasan, hanya kebenaran. Dan kebenaran, terkadang, lebih menyakitkan daripada pedang terhunus.
Li Chen hancur. Ia kehilangan segalanya: kekuasaan, kekayaan, dan yang terpenting, kepercayaan. Ia ditinggalkan seorang diri, meratapi penyesalan yang tak berkesudahan. Lin Wei menyaksikan kehancurannya dari kejauhan, dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya. Kemenangan ini terasa manis sekaligus pahit.
Ia tidak merasa bahagia. Hanya hampa.
Ia meninggalkan kota Shanghai, mencari ketenangan di tempat yang jauh dari ingatan pahit. Di sana, di antara hamparan bunga lavender yang bersemi, ia merenung. Apakah balas dendam ini sepadan? Apakah ia benar-benar telah membebaskan diri dari belenggu cinta yang beracun?
Ia tidak tahu jawabannya. Yang ia tahu pasti adalah…
Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama.
You Might Also Like: 7 Fakta Mimpi Melihat Ikan Cupang Makna