Kisah Populer: Janji Yang Tak Pernah Ditulis Tapi Diingkari
Di sebuah paviliun tepi danau, diterangi lentera redup yang memantulkan bayangan di air, Han Mei memetik guqin-nya. Melodi lirih itu mengalun di malam yang sunyi, membawa serta deretan kenangan yang menyakitkan. Dulu, tempat ini adalah saksi bisu janji yang tak pernah tertulis, namun diikrarkan dengan sepenuh hati. Janji antara dia dan Li Wei, seorang pemuda ambisius dengan senyum yang mampu meluluhkan baja.
Li Wei, yang kini bergelar Jenderal Agung, telah menikahi Putri Kerajaan. Han Mei, yang dulu adalah kekasihnya, kini hanyalah seorang dayang di istana, membungkuk dalam-dalam setiap kali Li Wei lewat.
Tak ada yang tahu bahwa Han Mei menyimpan rahasia. Rahasia yang jika terungkap, bisa mengguncang kekaisaran hingga ke akarnya. Rahasia tentang malam di mana mereka berdua berjanji sehidup semati, di bawah pohon plum yang sedang bermekaran. Malam itu, Han Mei mengandung benih cinta mereka.
Han Mei memilih diam. Bukan karena ia lemah, melainkan karena ia tahu, nyawa putranya yang belum lahir akan menjadi taruhannya jika ia bersuara. Ia menyembunyikan kehamilannya dengan bantuan seorang tabib istana yang berhutang budi padanya. Ketika tiba saatnya, ia melahirkan seorang putra di tempat terpencil, dan menyerahkan bayi itu kepada keluarga angkat yang terpercaya.
Bertahun-tahun berlalu. Han Mei mengamati Li Wei dari kejauhan. Kesuksesannya, ketenarannya, dan juga ketidakbahagiaannya. Ia melihat bagaimana ambisi telah membutakan mata Li Wei, menjauhkannya dari kejujuran dan cinta sejati.
Misteri kecil mulai bermunculan. Surat-surat anonim yang berisi informasi penting tentang musuh-musuh Li Wei, selalu tiba tepat waktu. Bantuan misterius yang selalu datang saat Li Wei terdesak. Siapa yang bersekongkol melindunginya? Orang-orang berbisik tentang dewa pelindung yang berpihak pada sang jenderal.
Han Mei tersenyum pahit. Ia tahu siapa "dewa" itu.
Suatu hari, Li Wei menghadapi pemberontakan besar. Pasukannya kalah telak. Istana terancam jatuh. Di tengah kekacauan, seorang pemuda dengan tatapan tajam dan keberanian yang membara, muncul memimpin sisa-sisa pasukan kerajaan. Pemuda itu berhasil membalikkan keadaan, mengalahkan para pemberontak, dan menyelamatkan Li Wei dari kematian.
Li Wei terkejut. Ia menatap pemuda itu dengan tatapan bertanya. "Siapa kau?" tanyanya.
Pemuda itu tersenyum tipis. "Aku adalah jendral muda yang kau tugaskan di perbatasan, yang kau lupakan," jawabnya, dengan nada yang mengandung sedikit sindiran.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan, Li Wei menunjuk pemuda itu sebagai ahli warisnya. Ia melihat dalam diri pemuda itu, cerminan dirinya di masa muda: ambisius, cerdas, dan penuh semangat.
Han Mei menyaksikan semua itu dari kejauhan. Ia tahu, takdir telah berbalik arah. Li Wei telah menyerahkan kekuasaannya kepada putranya sendiri, tanpa pernah menyadarinya.
Malam itu, Han Mei kembali memetik guqin-nya di tepi danau. Melodi yang mengalun kini bukan lagi tentang kesedihan dan penyesalan, melainkan tentang pembebasan dan keadilan yang telah ditegakkan, tanpa setetes pun darah tumpah.
Ia menatap langit yang bertabur bintang, dan membisikkan sebuah janji kepada dirinya sendiri: "Kebenaran, seperti sungai yang mengalir, pada akhirnya akan menemukan jalannya..."
You Might Also Like: Skincare Lokal Dengan Bahan Premium
