Harus Baca! Pelukan Yang Tersisa Di Dalam Mimpi
Pelukan yang Tersisa di Dalam Mimpi
Hujan kota. Gemericiknya mengetuk jendela kaca apartemenku, nyaris menyerupai notifikasi yang terus berdatangan di layar ponsel. Notifikasi yang dulu selalu kubalas dengan cepat, kini hanya kubiarkan menumpuk, debu digital di atas kenangan yang memudar. Aroma kopi pahit menguar, sama pahitnya dengan rasa yang tertinggal setiap kali aku tak sengaja membuka galeri foto. Wajahmu. Senyummu. Semua terasa begitu... jauh.
Dulu, kita adalah dunia dalam sebuah grup chat. Emoji hati, stiker lucu, dan janji-janji yang terukir di antara deretan pesan. Kita berbagi mimpi, ketakutan, dan resep kopi favorit. Kau adalah matahariku, dan aku, mungkin, rembulanmu yang setia menemani di kala sepi. Tapi, semua itu dulu.
Sekarang, hanya ada sisa chat yang tak terkirim. Kata-kata yang terpendam, seperti bintang jatuh yang tak sempat kulihat. Ada satu pesan yang selalu kuragu untuk kirim: "Kenapa?"
Pertanyaan itu menggantung, sama beratnya dengan kabut yang menyelimuti kota setiap pagi. Kenapa kau pergi? Kenapa kau menghilang tanpa jejak? Kenapa hanya meninggalkan aku dengan pelukan yang tersisa di dalam mimpi?
Aku menyelami mimpi-mimpi itu setiap malam. Mencari petunjuk, mencari jawaban. Di sana, kau masih ada. Tertawa, bercerita, seolah-olah tidak pernah ada 'perpisahan' yang menusuk hati. Di alam bawah sadar, aku masih bisa merasakan hangatnya tanganmu, mendengar bisikan lembutmu. Tapi, ketika aku terbangun, yang tersisa hanyalah kekosongan.
Kemudian, aku menemukan rahasia itu. Sebuah notifikasi yang salah kirim. Sebuah foto yang seharusnya tidak kulihat. Sebuah nama yang bukan namaku. Dunia terasa runtuh untuk kedua kalinya. Sakitnya berkali-kali lipat.
Kehilangan. Itu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku. Kehilangan bukan hanya tentang dirimu, tapi juga tentang diriku yang dulu, diriku yang pernah percaya pada sebuah janji.
Namun, di tengah badai kehilangan ini, aku menemukan kekuatan. Sebuah kekuatan untuk melepaskan. Sebuah kekuatan untuk memaafkan… tanpa melupakan.
Maka, aku menulis pesan terakhir. Bukan pesan marah, bukan pesan penuh air mata. Hanya sebuah kalimat sederhana, dibalut dengan senyum yang tulus.
Pesan terkirim.
Layar ponselku mati.
Aku berdiri di balkon, membiarkan hujan kota membasahi wajahku. Angin bertiup kencang, membawa pergi sisa-sisa kenangan tentangmu. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
Dan kemudian, aku membuat sebuah keputusan.
Aku akan melanjutkan hidup.
Sebagai balas dendam lembut, aku akan membuktikan bahwa aku bisa bahagia tanpamu. Aku akan menjadi wanita yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih berani.
Aku akan menemukan matahari baru.
Aku melihat ke arah langit, senyum tipis menghiasi bibirku.
Dan aku tahu, suatu hari nanti, kau akan menyadari...
You Might Also Like: Seru Bayangan Yang Membawa Racun