SERU! Air Mata Yang Mengalir Di Atas Makam
Air Mata yang Mengalir di Atas Makam
Hujan kota malam itu tumpah ruah, sama seperti air mata yang kini mengaliri pipi Anya. Bukan di atas makamnya, tapi di dalam mobil, di tengah hiruk pikuk jalanan Jakarta yang tak peduli. Di layar ponselnya, notifikasi terus bermunculan, namun tak satupun mampu mengalahkan bayangan dia – Raka.
Raka. Nama itu seperti mantra yang dulu terasa manis, kini pahit bagai kopi yang terlalu lama dibiarkan dingin. Pertemuan mereka dimulai dari sebuah komentar iseng di unggahan Instagram seorang teman. Lalu, berlanjut ke obrolan larut malam, saling berbagi mimpi di balik layar ponsel. Mereka merajut jalinan asmara di antara sisa chat yang tak terkirim, di antara emoji yang menjadi pengganti pelukan.
Anya mengingat aroma kopi yang selalu dibawa Raka saat menjemputnya. Aroma itu kini hanya tersisa di memori, bercampur dengan bau tanah basah dari makam yang baru ditinggalkannya. Raka, yang selalu berjanji akan menemaninya sampai akhir, justru pergi mendahului.
Tapi, kepergian Raka menyisakan misteri. Kenapa tiba-tiba? Apa yang disembunyikannya? Anya menemukan petunjuk di laptop Raka, sebuah folder tersembunyi berisi foto-foto seorang wanita. Bukan dirinya.
Siapa dia?
Perasaan kehilangan yang samar kini berubah menjadi amarah. Anya merasa dikhianati, bukan hanya oleh kematian, tapi juga oleh kebohongan. Mimpi-mimpi indah yang dulu mereka rajut, kini terasa seperti debu yang beterbangan.
Anya teringat pesan terakhir Raka, "Aku akan selalu menjagamu, Anya. Percayalah."
Percaya? Bagaimana bisa ia percaya setelah semua ini?
Anya memutuskan untuk mencari tahu. Penyelidikan membawanya ke sebuah rumah sakit, ke seorang wanita dengan senyum yang mirip Raka. Wanita itu ternyata adalah ibu Raka, yang menderita penyakit kronis. Raka, selama ini, berjuang keras untuk membiayai pengobatan ibunya. Foto-foto wanita lain itu adalah foto-foto relawan yang membantu Raka menggalang dana.
Anya merasa dadanya sesak. Kebenciannya perlahan luntur, digantikan rasa bersalah yang mendalam. Raka melindunginya dari beban hidupnya, melindunginya dari kenyataan pahit yang harus dihadapi.
Anya kembali ke makam Raka. Hujan sudah reda. Ia meletakkan setangkai bunga lili di atas pusara. Ia membuka ponselnya, mengetik sebuah pesan terakhir.
Untuk Raka, yang kurindukan. Maafkan aku.
Anya menarik napas dalam-dalam. Ia mengirim pesan itu, lalu memblokir nomor Raka. SELAMANYA.
Kemudian, Anya tersenyum. Bukan senyum kebahagiaan, tapi senyum penerimaan. Senyum yang menutup sebuah babak, membuka lembaran baru.
Ia akan pergi, melanjutkan hidupnya.
Anya tahu, Raka pasti melihatnya. Dan itu sudah cukup.
Mobil Anya melaju menjauh, meninggalkan makam itu dalam kesunyian.
Kepergiannya adalah balasan yang paling menyakitkan.
You Might Also Like: Drama Baru Senyum Yang Menjadi Akhir