Drama Baru! Ia Mencintaiku Seperti Menyentuh Api — Hangat, Tapi Mematikan
Ia Mencintaiku Seperti Menyentuh Api — Hangat, Tapi Mematikan
Dunia ini renyuk seperti keripik kentang basi. Sinyal Wi-Fi hilang timbul, mirip denyut nadi orang sekarat. Langit, setiap pagi, berwarna abu-abu muram, seolah lupa bagaimana caranya melahirkan mentari. Di tengah kekacauan inilah, kita bertemu. Atau, mungkin, aku merasa bertemu.
Aku hidup di tahun 2047. Dunia sudah lama mengenal hujan asam, robot pengasuh, dan aplikasi kencan yang menjanjikan jodoh ideal berdasarkan algoritma rumit. Tapi, aku, Aila, justru tertarik pada sinyal aneh yang sesekali muncul di layar pipihku. Sebuah pesan tanpa identitas, berbunyi, "Jangan biarkan mawar itu layu."
Pesan itu datang dari Elio. Entah bagaimana, Elio eksis di tahun 1997. Katanya, dia tinggal di sebuah desa kecil yang dipenuhi kebun mawar. Dunianya masih mengenal kaset pita, dial-up internet yang berisik, dan surat cinta yang ditulis tangan. Aku tertawa miris. Dunia yang terlalu mentah, pikirku.
Namun, kata-kata Elio menembus lapisan baja dingin duniaku. Kata-katanya puitis, seperti puisi yang lahir dari notifikasi tengah malam: "Cintaku padamu seperti mentari pagi, Aila. Hangat, tapi membutakan. Membangunkan, tapi membakar."
Aku membalasnya dengan emoji hati yang berkedip. Balasan yang klise, aku tahu. Tapi, bagaimana lagi? Kata-kataku terasa hampa dibandingkan dengan madah cinta Elio.
Kami terus berkomunikasi. Aku menceritakan tentang gedung pencakar langit yang menjulang hingga menembus awan, mobil terbang yang macet di udara, dan kesepian yang membekukan jiwa. Elio bercerita tentang gemericik air sungai, aroma tanah basah setelah hujan, dan harapan yang masih bersemi di hatinya.
Cinta kami aneh. Kami tidak pernah bertemu secara fisik. Kami hanya bertukar kata, terpisah oleh ruang dan waktu. Aku bertanya-tanya, apakah cinta ini nyata? Atau hanya halusinasi yang diciptakan oleh algoritma rumit di otakku?
Suatu malam, sinyal Elio tiba-tiba menghilang. Chat kami berhenti di "sedang mengetik…" Selamanya.
Aku panik. Aku mencoba melacak sinyalnya, mencari jejaknya di jaringan informasi yang maha luas. Tapi, nihil. Elio lenyap, seolah tidak pernah ada.
Beberapa hari kemudian, aku menemukan sebuah artikel kuno di arsip digital. Artikel itu menceritakan tentang kebakaran hebat yang melanda sebuah desa kecil di tahun 1997. Kebakaran itu menghanguskan seluruh desa, termasuk kebun mawar yang indah. Korban tewas termasuk seorang pemuda bernama Elio.
Jantungku berhenti berdetak.
Ternyata, Elio adalah hantu masa lalu. Cintaku padanya hanyalah gema dari kehidupan yang tak pernah selesai. Pesan-pesannya adalah sisa-sisa memori yang berputar-putar dalam lorong waktu.
Aku menatap layar pipihku. Pesan terakhir dari Elio masih terpampang di sana, "Jangan biarkan mawar itu layu."
Lalu, aku sadar.
Cinta kami memang seperti menyentuh api — hangat, tapi mematikan.
Dan sekarang, aku merasakan panasnya...
... Apakah kau mendengarkanku, Aila?
You Might Also Like: Jual Skincare Anti Jerawat Dan Anti